PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( Tujuan penciptaan manusia dan implementasinya dalam tugas dan tanggungjawab kekhalifaan manusia dalam kehidupan sosial-masyarakat)


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

( Tujuan penciptaan manusia dan implementasinya dalam tugas dan tanggungjawab kekhalifaan manusia dalam kehidupan sosial-masyarakat)

Oleh Kelompok 1
                          Andi Gigatera Halil Makkasau (D121191054)




DEPARTEMEN TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020


Tujuan diciptakannya manusia
Dalam perspektif teologis, ada dua alasan penciptaan manusia yakni sebagai khalifah di muka bumi dan sebagai abdullah alias hamba Allah.
Terkait alasan dan tujuan utama kita diciptakan, dengan berulang kali Allah menegaskan dalam firman-Nya. Misalnya (QS. Al-Baqarah[2]: 30), Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, Aku akan menciptakan khalifah di bumi. Malaikat protes, Apakah Engkau akan menciptakan makhluk yang selalu membuat kerusakan, dan melakukan pertumpahan darah? Allah menjawab, Sesungguhnya aku lebih mengetahui apa yang tidak kalian tahu.
Allah pun menciptakan Adam sebagai manusia pertama. Menyusul Hawa sebagai manusia kedua sekaligus sebagai pelengkap. Jadilah sepasang insan, laki-laki dan perempuan. Seiring berjalannya waktu, maka dari pasangan inilah kelak melahirkan keturunan yang kini jumlahnya sudah mencapai miliaran.
Masalah kemudian muncul, sebab prediksi malaikat bahwa khalifah yang telah diciptakan Allah benar-benar menjadi biang kerok kerusakan, kekacauan, hingga pertumpahan darah. Mereka lupa tujuan utama diciptakan. Khalifah dan abdullah.
Secara bahasa, khalifah berasal dari kata, khalafa-yakhlufu berarti wakil atau mengganti. Maka khalifatullah fil ardhy bermakna, wakil Allah di muka bumi. Sedangkan, tujuan Allah menciptakan bumi, antara lain, sebagai mustaqarrun wa mata' ilahin. Tempat tinggal dan kesenangan hidup hingga batas waktu tertentu, (QS. Al-Baqarah[2]: 36).
Makna lain khalifah yang masih berhubungan sebagai wakil Allah adalah sebagai pemakmur di bumi. Artinya, manusia harus menyadari bahwa fungsi mereka diciptakan untuk memakmurkan bumi, dan, kalau ternyata ada yang malah merusak bumi, dan menyengsarakan umat manusia, maka sudah jelas mereka bukanlah manusia sesungguhnya. Jiwa dan ruh manusianya sudah jadi setan dan iblis. Jasadnya saja yang ada sehingga masih disebut manusia.
Selain sebagai khalifah, manusia juga adalah perwujudan hamba Allah atau Abdullah. Artinya tugas utama ia diciptakan untuk menghamba kepada Allah. Dan tugas utama seorang hamba adalah menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.
Dan untuk melaksanakan perintah-Nya, maka Allah pun selalu mengutus nabi dan rasul untuk mengajari umat manusia tata cara beribadah dengan baik dan benar. Sebab, ada dua jalan untuk diterimahnya sebuah ibadah: ikhlas untuk Allah ta'ala dan harus mengikuti petunjuk Rasul. Ikhlasun-niyah wa ittiba'urrasul.
Setelah rasul terakhir datang, Muhammad SAW, maka tidak ada lagi yang berhak mengaku diri sebagai nabi dan rasul, kalau ada, maka pasti itu palsu. Sejarah telah mencatat bahwa hampir tiap zaman nabi dan rasul palsu datang dan pergi lalu menguap seperti buih di lautan.
Bahkan pernah ada anekdeot: suatu saat seorang datang menghadap pada khalifah. Dia mengaku bahwa dirinya adalah tuhan. Khalifah bertanya, Apakah engkau tidak mendengar berita bahwa minggu lalu ada yang mengaku nabi dan saya penggal kepalanya? Tuanku benar, sebagai tuhan saya tidak pernah mengutus nabi, dan pasti itu palsu!

Khalifah-Abdullah

Dalam sejarah peradaban Islam, khalifah dengan artian sebagai pemimpin dan pemakmur benar-benar pernah ada, bukan dongeng dan bukan pula isapan jempol belaka. Dan, ternyata, di mana ada pemimpin yang berfungsi sebagai khalifah dalam artian sesungguhnya, di sanalah masyarakat merasa nyaman, terlindungi dan sejahtera.
Di antara khalifah yang hingga kini masih sering disebut-sebut itu adalah Khalifah Umar bin Abdil Aziz (682-720 M), cucu Umar bin Al-Khattab. Khalifah bani Umayyah ini, tidak lama memimpin, cukup singkat (717-720 M), tapi prestasinya luar biasa, dan termasuk pemimpin paling banyak dibahas oleh ulama, politisi, dan sejarawan dari zaman ke zaman, hingga saat ini.
Memang pemimpin yang banyak jasanya, akan hidup jauh lebih lama dari umurnya sendiri. Di antara jasa dan kebijakannya yang banyak dicontohi oleh pemimpin yang ingin memajukan negara dan bangsanya adalah teori kesejahteraan dan hukumnya yang terkenal yaitu: Jika berbicara masalah kesejahteraan maka harus dimulai dari rakyat biasa, namun jika berbicara masalah penegakan hukum makan harus dimulai dari para penguasa.
Dengan menegakkan ekonomi dari rakyat jelata, maka pasti kesejahteraan akan merata. Sebab orang yang termiskin saja bisa sejahtera dan jika hukum ditegakkan kepada para pembesar dan penguasa di sebuah negara, maka itu alamat hukum tak pandang bulu.
Dan, sayangnya di sini, kita hanya mengenal, kesejahteraan bagi golongan kelas menengah ke atas, dan hukum hanya buat rakyat kecil. Antitesa dari teori Umar bin Abdil Aziz. Padahal, bangsa ini, yang mayoritas pemimpin dan rakyaknya beragama Islam akan lebih baik jika berusaha dan mencoba menerapkan teori Umar bin Abdil Aziz di atas.
Selain sudah pernah berhasil diterapkan juga tidak bertentangan dengan konstitusi kita yang memang sangat mendewa-dewakan kekuatan hukum dan dikenal dengan slogan, hukum adalah panglima. Bukan hanya untuk rakyat jelata, bagi para pembesar dan penguasa terutama para koruptor belum merata, atau orang-orang tertentu, dan cenderung tebang pilih, dan koruptor yang dihukum pun hanya beberapa saat, dan setelah itu bebas kembali menikmati uang korupsinya. Konyolnya lagi, saat dalam masa tahanan yang semestinya dikerangkeng, mereka masih bisa berkeliaran. Dalam hal kesejahteraan pun demikian, pengangguran kian marak, ekonomi memburuk, mata uang belum juga stabil, di saat yang sama berbagai persoalan pelik terus melanda negeri ini. Untunglah asap sudah mulai menghilang karena hujan mulai turun, air sungai dan sumur mulai terisi. Tapi tetap harus waspada, sebab jika musim hujan tiba, banjir, tanah longsor, pohon tumbang, kemcetan, siap mengintai.
Islam sebagai agama yang besar, tidak boleh hanya benostalgia dengan sejarahnya yang gemilang. Tapi harus membuktikan bahwa konsep-konsep kesejahteraan dan penegakan hukum adalah sangat sesuai kapan dan di mana pun.
Dan yang terpenting, dengan menjadi pemimpin yang mampu menegakkan keadilan dan menyejahterakan rakyat, memakmurkan dan melestarikan bumi adalah bagian dari tujuan manusia diciptakan. Yaitu sebagai khalifah dan abdullah

Tugas dan tanggung jawab manusia sebagai khilafah

Sebagai seorang khalifah, apa yang dilakukan tidak boleh hanya untuk kepentingan diri pribadi dan tidak hanya bertanggung jawab pada diri sendiri saja. Oleh karena itu semua yang dilakukan harus untuk kebersamaan sesama umat manusia dan hamba Allah, serta pertanggung jawabannya pada tiga instansi, yaitu :
1.      Pertanggung jawaban pada diri sendiri.
2.      Pertanggung jawaban pada masyarakat.
3.      Pertanggung jawaban pada Allah.

Tanggung Jawab Manusia Sebagai Hamba Allah
Makna yang esensial dari kata ‘abd (hamba) adalah ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan. Ketaatan, ketundukan dan kepatuhan hanya layak diberikan kepada Allah, yang dicerminkan dalam ketaatan, kepatuhan, dan ketundukan pada kebenaran dan keadilan.
Sebagai hamba, tugas utama manusia adalah mengabdi (beribadah) kepada Sang Khaliq; menaati perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Hubungan manusia dengan Allah SWT bagaikan hubungan seorang hamba (budak) dengan tuannya. Si hamba harus senantiasa patuh, tunduk, dan taat atas segala perintah tuannya. Demikianlah, karena posisinya sebagai ‘abid, kewajiban manusia di bumi ini adalah beribadah kepada Allah dengan ikhlas sepenuh hati .
الْقَيِّمَةِ دِينُ وَذَلِكَ الزَّكَاةَ تُوا وَيُؤْ الصَّلاةَ وَيُقِيمُوا حُنَفَاءَ الدِّينَ لَهُ مُخْلِصِي اللَّهَ لِيَعْبُدُوا إِلا أُمِرُوا وَمَا
Artinya “Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." – (QS.98:5)
Tanggung jawab abdullah terhadap dirinya adalah memelihara iman yang dimiliki dan bersifat fluktuatif (naik-turun), yang dalam istilah hadist Nabi SAW dikatakan yazidu wayanqushu (terkadang bertambah atau menguat dan terkadang berkurang atau melemah).
Seorang hamba Allah juga mempunyai tanggung jawab terhadap keluarga . tanggung jawab terhadap keluarga merupakan lanjutan dari tanggung jawab terhadap diri sendiri, karena memelihara diri sendiri berkaitan dengan perintah memelihara iman keluarga. Oleh karena itu dalam al-qur’an dinyatakan dengan quu anfusakum waahlikum naaran (jagalah dirimu dan keluargamu dengan iman, dari neraka).
Tanggung Jawab Manusia Sebagai Khalifah Allah
Sebagai makhluk Allah, manusia mendapat amanat yang harusdipertanggung jawabkan dihadapan-Nya. Tugas hidup yang dipikul manusia dimuka bumi adalah tugas kekhalifahan, yaitu tugas kepemimpinan; wakil Allahdi muka bumi untuk mengelola dan memelihara alam.
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang kekuasaan.Manusia menjadi khalifah, berarti manusia memperoleh mandat Tuhan untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan kepadamanusia bersifat kreatif, yang memungkinkan dirinya mengolah danmendayagunakan apa yang ada di muka bumi untuk kepentingan hidupnya sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah.
Kekuasaan manusia sebagai khalifah Allah dibatasi oleh ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh yang diwakilinya, yaitu hokum-hukumTuhan baik yang tertulis dalam kitab suci (al-qaul), maupun yang tersirat dalamkandungan pada setiap gejala alam semesta (al-kaun).
Seorang wakil yangmelanggar batas ketentuan yang diwakili adalah wakil yang mengingkarikedudukan dan peranannya serta mengkhianati kepercayaan yang diwakilinya.Oleh karena itu dia diminta pertanggungjawaban terhadap penggunaankewenangannya dihadapan yang diwakilinya, sebagaimana firman Allah dalamsurat fathir : 39.
مَقْتًۭا إِلَّا رَبِّهِمْ عِندَ هُمْ كُفْرُ ينَ ٱلْكَٰفِرِ يَزِيدُ وَلَا كُفْرُهُ فَعَلَيْهِ كَفَرَ فَمَن ٱلْأَرْضِ فِى خَلَٰٓئِفَ جَعَلَكُمْ ٱلَّذِى هُوَ
خَسَارًۭا إِلَّا كُفْرُهُمْ ٱلْكَٰفِرِينَ يَزِيدُ وَلَا
Artinya : “Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka”.
Ketika memerankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi, ada dua peranan penting yang diamanahkan dan dilaksanakan manusia sampai hari kiamat.
Pertama, memakmurkan bumi (al ‘imarah).
Yakni dengan mengexploitasi alam dengan sebaik-baiknya dengan adil dan merata dengan tetap menjaga kekayaan agar tidak punah, supaya generasi berikutnya dapat melanjutkan exploitasi itu.

Kedua, memelihara bumi dari upaya-upaya perusakan yang datang dari pihak manapun (ar ri’ayah).
Melihara bumi dalam arti luas termasuk juga memelihara akidah dan akhlak manusianya sebagai SDM (sumber daya manusia). Memelihara dari kebiasaan jahiliyah, yaitu merusak dan menghancurkan alam demi kepentingan sesaat. Karena sumber daya manusia yang rusak akan sangat potensial merusak alam. Oleh karena itu, hal semacam itu perlu dihindari.

Dua peran yang dipegang manusia dimuka bumi, sebagai khalifah dan‘abdun merupakan keterpaduan tugas dan tanggung jawab yang melahirkan dinamika hidup yang sarat dengan kreatifitas dan amaliyah yang selalu berpihak  pada nilai-nilai kebenaran.
Dua sisi tugas dan tanggungjawab ini tertata dalam diri setiap muslim sedemikian rupa. Apabila terjadi  ketidakseimbangan, maka akan lahir sifat-sifat tertentu yang menyebabkan derajat manusia meluncur jatuh ketingkat yang paling rendah, seperti firman Allah
تَقْوِيمٍأَحْسَنِفِي الإنْسَانَ خَلَقْنَا لَقَدْ
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia, dalam bentuk yang sebaik-baiknya." – (QS.95:4)


Relasionalisasi tujuan penghambaan dengan tugas dan tanggungjawab kekhalifahan
Manusia diberi hak hidup oleh Allah swt. Bukan untuk hidup semata, melainkan ia diciptakan oleh Allah untuk mengabdi kepada-Nya. Dalam rangka pengabdian inilah, manusia dibebani kewajiban/taklif yang sangat erat kaitannya dengan usaha dan kesungguhan manusia itu sendiri.

Selanjutnya dalam kehidupan manusia selalu dipengaruhi berbagai faktor yang saling berkaitan satu dan yang lainnya. Oleh karena itu manusia dalam berikhtiar melaksanakan taklif, berkewajiban mengendalikan dan mengarahkan faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupannya, guna mencapai kebahagian yang hakiki yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.

Manusia atau yang biasa disebut oleh Allah dalam Al Qur’an dengan sebutan bani adam mempunyai kedudukan yang sangat mulia, bahkan mahluk Allah yang paling mulia diantara mahluk-makhluk Allah yang lain. Nilai lebih yang diberikan Allah ini merupakan pembeda manusia dengan ciptaan Allah yang lain. Namun “kemulian/ karamah” manusia ini ada nilai konsekuensi yang berat. Kenapa? Karena pada diri manusia terdapat nafsu yang tidak selamanya dapat diajak kompromi untuk menjalankan ketaatan kepada Allah swt.

Nafsu inilah yang sering membuat manusia tidak konsisten pada nilai kemanusiaanya dan bahkan sering sekali menelantarkannya dalam kehinaan. Diantara pemberiaan Allah kepada manusia adalah diberikanya kemampuan fisik dan berfikir. dua kemampuan ini yang pada dasarnya akan menumbuhkan sumber daya manusia, sekaligus akan memacu manusia untuk mencapai kualitas terbaiknya, bila di barengi dengan kemauan untuk berusaha.

Disisi lain meskipun memiliki nilai karamah/ kemuliaan, manusian dalam Al-Qur’an tetap sebagai abd/ hamba. seorang hamba berarti dia punya tanggung jawab yang melekat pada dirinya. Manusia dalam kapasitasnya sebagai hamba Allah dia mendapatkan tanggung jawab (taklif) yang harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan kemampuannya.

Sejauahmana manusia mampu memenuhi taklif, sejauh itu pula ia mempertahankan nilai kemuliaanya/ karamahnya. Sejauhmana manusia mengabdikan dirinya kepada Allah maka selama itu juga ia melaksanakan tanggung jawabnya sebagai abd. Ini mengandung arti bahwa manusia didalam hidup dan kehidupannya selalu harus beribadah kepada Allah swt. Karena Allah tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Nya. QS. Azzariyat 56: “Tidak Aku jadikan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu”.

Meskipun manusia berstatus sebagai hamba, tapi manusia diberi kedudukan sebagai khalifah Allah dengan berbagai tingkat dan derajatnya, dalam hubungannya secara bertikal dengan Allah ataupun hubungan horizontal sejajar antar sesama manusia. Khalifah sebagai pengganti, ia diberi wewenang terbatas sesuai dengan potensi diri dan posisinya. Namun manusia harus faham bahwa wewenang itu pada dasarnya adalah tugas yang harus di emban dengan penuh tanggung jawab.

Tugas khalifah dalam Al Qur’an biasa disebut imaratul ardh (memakmurkan bumi) dan ibadatullah (beribadah kepada Allah). Allah menciptakan manusia dari bumi ini dan menugaskan manusia untuk melakukan imarah dimuka bumi dengan mengelola dan memeliharanya. Karena manusia dalam melaksanakan tugas dan wewenang imarahnya sering melampaui batas, sering melanggar dan bahkan mengambil hak saudaranya, maka Allah meberikan solusi dengan cara bertaubat kepada-Nya.

Imaratul ardh yang berarti mengelola dan memelihara bumi, tentu saja bukan sekedar membangun tanpa tujuan apalagi hanya untuk kepentingan diri sendiri. Tugas membangun justru merupakan sarana yang sangat mendasar untuk melaksanakan tugasnya yang inti dan utama yaitu ibadatullahin (beribadah kepada Allah). Lebih dari itu adalah sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat yang menjadi tujuan utama.

Maka dari pengkajian ini dapat kita pahami, manusia dalam konsepsi Al Qur’an adalah manusia ibadatullah dan imaratul ardh. Dan kedua hal ini sangat berkaitan antara satu dan yang lainnya. Hal ini yang telah di contohkan oleh Allah melalui Rasulullah saw. Ketika hijrah ke Madinah, sesampainya di tujuan (Madinah) Rasulullah membangun bangunan monumental dan bersejarah yang sampai hari ini masih dilestarikan bahkan terus di kembangkan. Dua bangunan yang dimaksud adalah masjid (Quba) dan pasar. Tidak seharusnya ada kesenjangan antara mssjid dan pasar karena pada dasarnya kedua hal tersebut menyatu dalam jiwa manusia.

Allah swt. Dalam Al Qur’an memerintahkan kepada manusia agar mampu berpacu dalam kebaikan (fastabiqul khairat). Perintah ini dipahami untuk menumbuhkan sikap dan prilaku kompetisi untuk mencapaik al khairat/ kebaikan, yang berarti memerlukan dinamika tinggi dan berkualitas, serta dibutuhkan juga wawasan kreatif dan inovatif yang luas, disamping daya analisis untuk mengantisipasi proses transformasi menuju masa depan.

Pembangunan kualitas manusia dipahami sebagai metode yang menitik beratkan pada program-program. Tapi wujud dari dinamika ini adalah gerakan- gerakan yang selalu menuntut kita untuk giat bekerja dan berbuat yang terbaik. Hal ini sebagaimana yang di contohkan oleh Rasulullah saw. Dalam kesehariannya, Rasul selalu mempunyai kesibukan bahkan sampai membantu istri-istri beliau dalam menjait baju dan sendal. Diriwayatkan dalam hadis: ” seberat-berat siksa manusia pada hari kiamat adalah orang yang hanya dicukupi orang lain dan menganggur”.

Kualitas manusia pada dasarnya ditentukan oleh potensi dirinya. Potensi diri yang membentuk kualitas ini meliputi berbagai aspek kehidupan. Secara umum potensi yang telah diberikan oleh Allah swt. Kepada setiap manusia mukallaf (aqil, baligh) adalah potensi akal dan fisip. Potensi akal berkembang menjadi ilmu pengetahuan sedangkan potensi fisik berkembang menjadi ketrampilan, semangat berkarya dan lainya.

Allah swt. Berfirman QS. Al Qashsas 26: “sebaik-baik orang yang kamu serahi tugas mengupayakan sesuatu adalah orang yang berpotensi dan berkemampuan menerima amanat serta terpercaya. Dalam ayat ini mengandung pesan bahwa setiap usaha apapun untuk mencapai prestasi, menuntut adanya potensi dan amanah yang membentuk kualitas

#Makalah #Essay #essai
Sumber 1 Sumber 2 Sumber 3

Share
Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.

LATEST ARTICLES

Posting Komentar