Essai Wawasan Sosial Budaya martim "Hak milik Natuna ditangan siapa?"

Gambar oleh okezone.nasional.com





Nama                    : Andi Gigatera Halil Makkasau

NIM                       : D121191054
Hak milik natuna ditangan siapa?
Konfilk Indonesia-Cina diperairan Zona Ekonomi Ekslusif atau disingkat dengan ZEE kepulauan Natuna yang belakangan ini ramai diberitakan oleh media massa. sebenarnya ini bukanlah hal yang baru.  Peristiwa serupa pernah terjadi pada Maret 2016, setelah kapal nelayan cina ditangkap oleh kapal milik Kementrian Kelautan dan Perikanan atau yang biasa disingkat KKP.
Kapal-kapal nelayan Cina nampak tak gentar keluar-masuk meski klaim Indonesia atas ZEE Kepulauan Natuna didasarkan pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS). Pakar Hukum Laut Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, I Made Andi Arsana mafhum jika Cina tak berhenti mengklaim Natuna. Ia bilang kawasan itu memang kaya dengan potensi sumber daya alam. Setidaknya ada tiga potensi yang Andi yakini menarik perhatian Cina sehingga konvensi UNCLOS tak kunjung digubris. Salah satunya terlihat dari potensi sumber daya perikanan di wilayah itu.
Berdasarkan studi identifikasi potensi sumber daya kelautan dan perikanan Provinsi Kepulauan Riau, tahun 2011, potensi ikan laut natuna mencapai 504,212,85 ton pertahun. Kekayaan sumber laut itu terkonfirmasi dalam putusan menteri kelautan dan perikanan RI No.47 tahun 2016.
Potensi kedua, terkait dengan kandungan minyak dan gas atau migas yang ada didalamnya. Sesuai ketentuan UNCLOS, Negara yang memiliki hak atas ZEE berhak memanfaatkan sumber daya alam sampai ke dasar laut terutama bila terdapat kandungan migas didalamnya.
Berdasarkan catatan kementrian energy dan Sumber daya mineral atau yang disingkat dengan ESDM, perairan natuna memiliki kandungan volume gas sebanyak 222 triliun kaki kubik serta cadangan 46 kaki kubikin.
Potensi lainnya adalah laut natuna sebagai jalur perdangana yang strategis, diperkirakan emenjadi rute uatam hampir seluruh pelayaran yang ada didunia.  Berdasarkan hukum laut internasional, berbagai Negara memang bebas melakukan pelayaran terlepas suatu laut sudah dimiliki atau masih dalam status disenngketakan.  Namun, kehadiran suatu Negara  tetap penting guna untuk memastikan kapal-kapal yang melewati wilayah tersebut tidak melakukan aktivitas pengambilan sumber daya alam seperti menangkap ikan.
Selain kayak secara migas dan perikanan, dalam jurnal yang ditulis oleh Shinatria Adhityatama dan Priyatno Hadi Sulistyatro menyebutkan bahwa natuna memiliki situs karang antik.  Banyak peninggalan keramik utuh yang bisa diambil bahkan diperdagangkan dari dasar laut tersebut.  Masa peninggalannya pun beragam, mulai dari 960-1279 masehi masa dinasti Song, abad ke-17 masa dinasti Qing.
Dengan dihadapkan dengan situasi ini, dimana perairan natuna yang dianggap sangat penting untuk Indonesia.  Pemerintah dibawah kendali presiden Joko widodo atau yang biasa disebut Pak jokowi tidak tinggal diam, sudah ada beberapa solusi yang ditawarkan oleh pemerintahan beliau dalam menanggapi masalah di perairan natuna ini. Diantaranya, Menteri pertahan yang sedang dijabat oleh Pak Prabowo pernah melakukan rapat dengan Polri dan Panglima TNI untuk membahas perbatasan Natuna. Yang dimana hasil dari pembahasan rapat tersebut, bahwa Pak prabowo akan fokus dalam penguatan check point diberbagai daerah sebagai perbatasan dan akan memperbanyak kapal laut dan armada kapal perang.  Tak bisa dimungkiri, rencana Menteri Pertahanan Prabowo Subianto membangun pangkalan militer di perairan Natuna berkaitan erat dengan banyaknya kapal ikan dan penjaga pantai milik Cina yang belakangan rajin masuk ke wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Namun beradu kekuatan militer dengan Tiongkok bukanlah strategi jitu untuk menyelesaikan masalah. Alih-alih menjadi solusi, pembangunan pangkalan militer malah bisa menjadi sumber masalah baru.
Jangan sampai urusan Natuna ini juga dieksploitasi segelintir kalangan untuk kepentingan mereka. Apalagi jika ujungnya hanya bagi-bagi proyek dengan dalih menjaga kedaulatan negara. Atau, malah untuk berdagang senjata yang komisinya besar.
Gagasan pembangunan pangkalan militer di wilayah Natuna sebenarnya bukan hal baru. Pada 2016, setelah kunjungan ke Natuna, Presiden Joko Widodo menginstruksikan TNI untuk menjaga kedaulatan dan menegaskan penegakan hukum. Salah satunya dengan pembangunan pangkalan militer. Dua tahun kemudian, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto meresmikan Satuan Pertahanan Terintegrasi di Natuna.
Pembangunan pangkalan militer di sana hanya akan memprovokasi Cina untuk masuk ke konflik yang lebih panas. Jauh lebih baik jika pemerintah Indonesia membangun upaya kolektif bersama negara-negara di kawasan ASEAN. Hampir semua negara ASEAN, seperti Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, Filipina, dan Vietnam, saat ini menghadapi potensi konflik dengan Cina akibat klaim sepihak negara itu di Laut Cina Selatan.
Upaya kolektif semacam itu penting untuk mengingatkan bahwa dominasi terhadap satu kawasan perairan tertentu bukanlah tujuan yang dikehendaki bersama. Apalagi, secara hukum, klaim Cina sudah ditolak dalam perkara gugatan Filipina di Mahkamah Internasional. Otomatis sebenarnya klaim Cina sudah gugur.
Selain itu, pemerintah perlu memperbaiki mekanisme pengawasan dan koordinasi berbagai pemangku kepentingan. Badan Keamanan Laut, TNI, Polisi Air, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan harus menggagas patroli bersama untuk mengawal nelayan yang berlayar di Natuna.
Cara lain adalah menghidupkan kampung nelayan. Pemerintah harus memberi subsidi agar mereka tidak meninggalkan Natuna. Ingat, kita kalah oleh Malaysia dalam sengketa kepemilikan pulau di Sipadan dan Ligitan karena pulau itu tidak diurus. Hal ini jangan sampai terulang.
Dalam menghadapi ketegangan di Natuna, pemerintah harus rasional dan berkepala dingin. Tak perlu jemawa menantang perang, karena hasilnya belum tentu sesuai dengan harapan.



Sumber Referensi:

Share
Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.

LATEST ARTICLES

Posting Komentar