Laporan baca bab ketuhanan


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

(Laporan baca bab ketuhanan)

Oleh
                                                   
Nama                                          : Andi Gigatera Halil Makkasau
NIM                                             : D121191054



DEPARTEMEN TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020

KONSEP KETUHANAN
A.            TUHAN
Perkataan yang selalu diterjemahkan “Tuhan”, dalam al-Qur`an dipakai untuk menyatakan berbagai objek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam QS al-Jatsiiyah ayat 23:
Artinya : “ Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmuNya dan Allah Telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? “
 Dalam surat Al-Qashash ayat 38, perkataan illah dipakai oleh fir`aun untuk dirinya sendiri : 

Contoh ayat diatas tersebut menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengundang berbagai arti benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi) maupun benda nyata (fira`un atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan illah juga dalam bentuk tunggal (mufrad ilaahun, ganda (mutsanna ilaahaini) dan banyak (jama’aalihatun). Untuk dapat mengerti defenisi Tuhan atau ilah yang tepat, berdasarkan logika Al- Quran sebagai berikut:                   
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikin rupa sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai olehNya. Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup didalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberi kemaslahataan atau kegembiraan dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian.
Menurut Ibnu Taimiyah Al-Ilah  adalah yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya merendahkan diri dihadapannya, takut dan mengharapkannya, kepadanya umat tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa dan bertawakal kepada-Nya dan menimbulkan ketenangan disaat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya.

B.            ALASAN MANUSIA BERTUHAN
Spiritualitas adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral dan rasa memiliki. Spritualitas memberi arah dan arti pada kehidupan. Spritualitas membuat kita percaya bahwa ada kekuatan nonfisik yang jauh lebih besar dan lebih kuat dibandingkan kekuatan manusia.
Spririt didefinisikan sebagai jiwa halus yang berikan Allah kepada setiap manusia. Jiwa halus ini disebut roh. Allah memberikan roh kepada kita agar kita memiliki potensi untuk melakukan perbuatan terpuji. Dengan adanya roh, kita akan tahu mana yang baik yang harus kita lakukan, dan mana yang tidak baik, yang harus kita hindari. Dengan adanya roh pula, manusia memiliki bakat untuk bertuhan, dan mendalami maksud dari ketuhanan itu sendiri. Dengan adanya roh, mansia mampu merasakan dan meyakini keberadaan tuhan dan kehadiran-Nya dalam setiap fenomena di alam semesta ini.
Roh manusia pada dasarnya bersifat suci, karena merupakan karunia ilahi dari Zat Tuhan. Roh manusia bersemayam di dalam hati. Hati yang didalamnya terdapat roh akan memancar sinar kebaikan. Hati yang memancarkan kebaikan disebut hati nurani.
Namun, ada saat dimana cahaya tersebut meredup, sehingga mengakibatkan hati menjadi gelap. Karena gelapnya hati ini, kita sebagai manusia akan selalu mengingkari kebenaran sejati yang universal. Sehingga, membuat kita mudah melakukan perbuatan maksiat dan kejahatan.
Religiositas = ekspresi keagamaan
Spiritualitas = ekspresi cara bertuhan
Kata “spiritual” itu berkebalikan dengan “material”. Material itu dikaitkan dengan sesuatu yang Nampak, kasat mata, dan mudah diindera. Jadi, materialisme merupakan paham memuja sesuatu yang Nampak dan mudah diindera. Sedangkan spritualisme, merupakan paham yang lebih memprioritaskan batin, metafisik, dan hal-hal nonfisik lainnya.
Nasib manusia ditentukan oleh karakter, karakter ditentukan oleh budaya, budaya ditentukan oleh kebiasaan, kebiasaan ditentukan oleh sikap, sikap ditentukan oleh paradigma. Paradigma adalah cara pandang manusia terhadap sesuatu.
Jadi bagaimana cara pandang kita terhadap tuhan, dan cara pandang kita dalam beragama akan berpengaruh pada bagaimana kita bersikap dan berperilaku sehari-hari.
Hati merupakan hakikat manusia terdalam. Hati selalu berada di sisi tuhan. Begitu juga sebaliknya, Tuhan selalu berada di hati orang-orang suci. Apabila ingin menyadari kehadiran tuhan, harus dilakukan penyucian hati. Hati yang suci akan menguatkan roh dalam hati dan menyingkirkan insting materialis yang bisa saja tumbuh dalam diri. Ketika hati telah suci, jiwa manusia akan menerima rahmat dari tugan sehingga terpancar energy positif yang mempengaruhi sikapnya.
Namun, jika insting materialis dibiarkan mendominasi, maka roh dalam hati akan lemah. Roh yang lemah, akan lahir sikap dan perilaku yang jauh dari cahaya Tuhan
Kehidupan modern saat ini, lebih menkankan aspek fisik-material yang menjadikan aspek spritualitas terpojok. Modernisasi di segala bidang sebagai akibat dari kemajuan ilmu dan teknologi melahirkan sikap individu yang materialistis, hedonis, konsumtif, dan individualistis. Manusia pada zaman ini cenderung tidak menjalani kehidupan di dunia secara benar dan bermakna. Kegagalan memaknai hidup secara benar mengakibatkan manusia modern jauh dari rasa aman, damai dan tenteram. Kita tidak lagi smepat mengisi ruang spirituall yang kita miliki dengan “hal hal yang baik” , malah mengisinya dengan “hal-hal buruk”.
Hilangnya realitas ilahi, bisa mengakibatkan kehampaan spiritual. Akibatnya, banyak orang akhir-akhir ini walaupun memiliki banyak harta namun tetap stress dan gelisah menjalan hidup.
Agar manusia kembaali memiliki etika moral dan sentuhan manusiawi didalamnya, perlu dilakukan penguatan spiritual. Kita juga harrus mendalami praktik tasawuf sebab tasawuflah yang dapat memberikan jawaban atas kebutuhan sprititual.
Tasawuf mengandung prinsip positif seperti melakukan instropeksi (muhasabah), kemudian meluruskan hal-hal yang kurang baik. Selain itu, selalu berzikir kepada Allah SWT sebagai sumber gerak, sumber motivasi yang dapat dijadikan acuan hidup.
Tasawuf mempunyai peran penting dalam spiritualitas sesorang. Tasawuf dapat membuat manusia mengerem egosentrisme, dorongan hawa nafsu, dan materialism secara berlebihan. Melalui tasawuf, manusia dilatih untuk mengedepankan makna dan visi ilahiah dalam kehidupan. Visi ilahi yaitu kemampuan memaknai sesuatu sebagai refleksi keindahan tuhan, sehingga manusia akan selalu positive thinking dan positive feeling. Apabila manusia sudah mampu berpikir postif dalam segala kondisi, maka manusia tersebut akan dipastikan menjadi manusia yang memiliki relasi harmonis dengan dirinya sendiri, orang lain, Tuhan, lingkungan alam, dan profesinya.
Orang yang memiliki kesadaran spiritual akan memiliki beberapa karakter, yaitu mampu menemukan kekuatan Yang Maha Besar, merasakan kelezatan ibadah, menemukan nilai keabadian, menemukan makna dan keindahan hidup, membangun harmonisasi dan keselarasan dengan semesta. Dalam bahasa agama, orang orang yang memiliki kesadaran spiritual adalah orang-orang yang selalu berada dalam kondisi yang terhubung dengan Tuhan. Orang-orang seperti ini mampu menghasilkan sebuah karya dalam berbagai bidang karena memdukan antara upaya suci manusia dan inspirasi ilahi.
Orang-orang yang memiliki kesadaran spritiual memiliki dedikasi kerja yang lebih tulus dan jauh dari kepentingan pribadi (egoism), apalagi bertindak zalim pada orang lain. Mereka memiliki kepedulian terhadap sesame, integritas moral yang tinggi, saleh, dan peduli pada masa depan umat manusia
Dalam perspektif islam, manusia diciptakan sebagai makhluk sempurna karena telah dibekali roh untuk berbakti kepada Tuhan. Ketika manusia masih menjaga dan memelihara fitrahnya, manusia itu hidup dekat dengan Tuhan. Manusia lebih mendengar tuntunan hati nurani, karena spritualitasnya yang maksimal.
Namun, karena godaan materi, manusia sedikit demi sedikit mulai kehilangan spitiualitasnya sebagai penggerak kehidupan yang membuat manusia semakin jauh dari kebenaran dan kebaikan Tuhan.
Manusia sebenarnya menyimpan kontradiksi dalam hidupnya. Di satu sisi, manusia adalah makhluk spiritual yang cenderung kepada kebajikan dan kebenaran. Namun disisi lain, keberadaan unsur materi dan ragawi dalam dirinya memaksanya untuk tunduk pada tuntunan kesenangan jasmaniah. Sering kali terjadi konflik dalam diri manusia yaitu an-nafs al-ammarah bis su (jiwa yang tergerak melakukan keburukan), an-nafs al-lawwamah (jiwa yang selallu mencela diri), dan an-nafs al-muthmainnah (jiwa yang tenang).
                Agar manusia dapat tetap konsisten dalam kebaikan dan kebenaran Tuhan, maka manusia dituntut untuk membangun relasi yang baik dengan Tuhan. Manusia tidak akan mampu membangun rwlasi yang harmonis dengan Tuhannya jika masih lebih didominasi oleh penetingan ragawi dan bendawi. Oleh Karen itu, sisi spiritualitas harus memainkan peran utama dalam kehidupan manusia sehingga ia mampu merasakan kehadiran tuhan dalam setiap gerak dan sikapnya. Apabila manusia telah mampu mengasah sisi spritualitasnya sehingga ia dapat merasakan kehadiran tuhan, maka ia akan dapat melihat segala sesuatu dengan visi tuhan (ilahi). Visi tuhan inilah yang dibutuhkan setiap manusia agar setiap perilaku manusia didasarkan pada semangat kecintaan kepada Tuhan sebagai bentuk pengabdian serta pelayanan kepada sesama ciptaan Tuhan.

C.            SEJARAH PEMIKIRAN MANUSIA TENTANG TUHAN
1. PEMIKIRAN BARAT        
Konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriyah maupun batiniyah, baik yang bersifat pemikiran rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal dengan Teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian disusul oleh EB Taylor, Robertson Smith, Luboock dan Jevens. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut evolusionisme adalah sebagai berikut:

             Dinamisme
Menurut ajaran ini manusia jaman primitif telah mengakui adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan pada benda. Setiap mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada yang berpengaruh negatif. Kekuatan ada pada pengaruh tersebut dengan nama yang berbeda-beda, seperti mana (Malaysia), dan tuah (melayu), dan sakti (india) yakni kekuatan gaib.
             Animisme
Disamping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga mempercayaai adanya roh dalam hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif , roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa tidak senang serta mempunyai kebutuhan-kebutuhan. Roh akan senang apabila kebutuhannya dipenuhi.
             Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-kelamaan tidak memberikan kepuasan, karena terlalu banyak menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut Dewa mempunyai tugas dan kekuaasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada Dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yang membidangi masaalah angin, adapula yang membidangi masalah air dan lain sebagainya.
             Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui mempunyai kekuatan yang sama. Lama kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui tuhan (ilah) bangsa lain. Kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan Henoteisme (Tuhan  tingkat nasional).


             Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Alam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional.          
Evolusionisme ditentang oleh Andrew lang (1898) dia mengemukakan bahwa orang-orang berbudaya rendah juga sama dengan monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud yang Agung dan sifat-sifat khas pada Tuhan mereka, yang tidak mereka berikan pada wujud yang lain.  
Dengan lahirnya pendapat Andrew lang, maka berangsur-angsur golongan evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana eropa mulai menentang evolusionisme dan mulai memperkenalkan teori baru.

2. PEMIKIRAN UMAT ISLAM
Sehubungan pemikiran Umat Islam terhadap Tuhan melibatkan beberapa konsepsi ke-esaan Tuhan, diantaranya konsepsi Aqidah dan konsepsi Tauhid.
A. KONSEPSI AQIDAH
Dalam kamus Al-Munawir secara etimologis, aqidah berakar dari kata ‘aqada-ya’qidu-aqdan’ aqidatan yang berarti simpul, ikatan perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi „aqidah yang berarti keyakinan relevensi antara arti kata aqdan dan aqidah adalah keyakinan itu tersimpul kokoh dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.
a)            Istilah Aqidah Dalam Al-Quran 
Di dalam al-Quran tidak terdapat satu ayat pun yang secara literal menunjuk pada istilah aqidah. Namun demikian kita dapat menjumpai istilah ini dalam akar kata yang sama (‘aqada) yaitu; ‘aqadat, kata ini tercantum pada ayat: 
“Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, kami jadikan pewaris-pewarisnya dan (jika ada)  orangorang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka beri kepada mereka bahagiannya, sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu“ (Q.S An-Nisa; 33)
Kata ‘aqadum terdapat dalam QS. al-Maidah; 89 

b)            Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah.
Meminjam sistematika Hasan al-Banna ruang lingkup pembahasan aqidah meliputi:
1)            Iyat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan  (Tuhan/Allah), seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah, perbuatan  dan lain-lain.
2)            Nubuwat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul, termasuk pembicaraan mengenai Kitab-Kitab Allah, Mukjizat, keramat dan sebagainya.
3)            Ruhaniyat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik seperti Malaikat, Jin, Iblis, setan, Roh dan lain sebagainya.
4)            Sam’iyyat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sam‟iy yakni dalil naqli berupa al-Quran dan as-sunah, seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiamat, surga neraka dan seterusnya.
c)            Sumber Aqidah Islam 
Sumber aqidah Islam adalah al-Quran dan as-Sunnah artinya apa saja yang disampaikan oleh Allah dalam al-Quran dan Rasulullah dalam Sunnahnya wajib di imani, diyakini dan diamalkan.
Akal pikiran sama sekali bukan sumber aqidah, tetapi merupakan instrumen yang berfungsi untuk memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut dan mencoba kalau diperlukan membuktikan secara Ilmiah kebenaran yang disampaikan oleh  al-Quran dan as-Sunnah. Itupun harus didasari oleh suatu kesadaran penuh bahwa kemampuan akal sangat terbatas, sesuai dengan terbatasnya kemampuan mahluk Allah. Akal tidak dapat menjangkau masa’il ghabiyah (masalah-masalah ghaib), bahkan akal tidak akan sanggup menjangkau sesuatu yang terikat oleh ruang dan waktu. Misalnya akal tak akan mampu menunjukan jawaban atas pertanyaan kekekalan itu sampai kapan berakhir? Atau akal tidak sanggup menunjukan tempat yang tidak ada didarat dilaut atau diudara dan tidak ada dimana-mana. Karena kedua hal tersebut tidak terikat oleh ruang dan waktu. Akal hanya perlu membuktikan jujurkah atau bisakah kejujuran si pembawa risalah tentang hal-hal ghaib itu bisa dibuktikan secara ilmiah oleh akal pikiran.     
CARA MENETAPKAN AQIDAH
Allah Swt. telah memutuskan dan menetapkan untuk memberikan keterangan-keterangan disekitar masalah-masalah yang wajib diimani antara lain yang terkandung dalam rukun Iman. Allah telah menggariskan persoalan tersebut dengan jelas dan menuntut agar manusia mempercayainya. Iman yang dimaksud itu adalah I’tiqad dengan kebulatan hati yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya serta berlandaskan dalil atau alasan. I’tiqad semacam itu tentunya tidak dapat diperoleh dengan dalil-dalil sembarangan, melainkan dengan dalil-dalil yang pasti dan tampa dicampuri keraguan.
Oleh karena itu Ulama sepakat untuk menetapkan aqidah berdasarkan tiga macam dalil.
a. Dalil Aqli, dalil ini dapat diterima apabila hasil keputusannya dipandang masuk akal atau logis dan sesuai dengan perasaan, tentunya yang dapat menimbulkan adanya keyakinan dan dapat memastikan iman yang dimaksudkan. Dengan menggunakan akal manusia merenungkan dirinya sendiri dan alam semesta, yang dengannya ia dapat melihat bahwa dibalik semua itu terdapat bukti adanya Tuhan Pencipta yang satu.
b. Dalil Naqli, dalil naqli yang tidak menimbulkan keyakinan dan tidak dapat menciptakan keimanan sebagai yang dimaksud, dengan sendirinya dalil ini tidak dapat digunakan untuk menetapkan aqidah. Oleh sebab itu Syekh Mahmud Syaltut mengajukan dua syarat yang harus dipenuhi oleh dalil naqli tersebut dapat menanamkan keyakinan dan menetapkan Aqidah.Pertama; dalil naqli itu pasti kebenarannya. Kedua; pasti atau tegas tujuannya. Ini berarti bahwa dalil itu harus dapat dipastikan benarbenar datang dari Rasulullah tanpa ada keraguan sedikitpun.
c. Dalil Fitrah adalah hakekat mendasari kejadian manusia. Fitrah ini merupakan perasaan keagamaan yang ada dalam jiwa dan merupakan bisikan batin yang paling dalam. Dan kesucian ini akan tetap terpelihara manakala manusia selalu membersihkan jiwanya dari tekanan kekuatan pengaruh nafsu. Bila manusia membiarkan fitrah dan naluri berbicara, maka dia akan mendapatkan dirinya berhadapan dengan kekuatan tertinggi diatas kekuatan manusia dan alam. Ia akan berdoa baik dalam suka maupun duka. Lebih-lebih disaat-saat seperti itulah dia menghadapkan diri secara ikhlas kepada Tuhannya.
B. KONSEPSI TAUHID
1. Tauhid sebagai poros Aqidah Islam.
Ajaran Islam tidak hanya memfokuskan iman kepada wujud Allah sebagai suatu keharusan fitrah manusia, namun lebih dari itu memfokuskan aqidah tauhid yang merupakan dasar aqidah dan jiwa keberadaan Islam. Islam datang disaat kemusyrikan sedang merajalela disegala penjuru dunia. Tak ada yang menyembah Allah kecuali segelintir umat manusia dari golongan Hunafa, (pengikut nabi Ibrahim as) dan sisa-sisa penganut ahli kitab yang selamat dari pengaruh tahayul animisme maupun paganisme yang telah menodai agama Allah. Sebagai contoh bangsa arab jahiliyah telah tenggelam jauh kedalam paganisme, sehingga Ka’bah yang dibangun untuk peribadatan kepada Allah telah dikelilingi oleh 360 berhala dan bahkan setiap rumah penduduk makkah ditemukan berhala sesembahan penghuninya.
2. Pentingnya Tauhid  
Tauhid sebagai intisari Islam adalah esensi peradaban Islam dan esensi tersebut adalah pengesaan Tuhan, tindakan yang mengesakan Allah sebagai yang Esa, pencipta yang mutlak dan penguasa segala yang ada. Keterangan ini merupakan bukti, tak dapat diragukan lagi bahwa Islam, kebudayaan dan peradaban memiliki suatu esensi pengetahuan yaitu tauhid.
3. Tingkatan Tauhid
Tauhid menurut Islam ialah tauhid I,tiqadi-‘ilmi (keyakinan teoritis) dan Tauhid amali-suluki (tingkahlaku praktis). Dengan kata lain ketauhidan antara ketauhidan teoritis dan ketauhidan praktis tak dapat dipisahkan satu dari yang lain; yakni tauhid bentuk makrifat (pengetahuan), itsbat (pernyataan), I’tiqad (keyakinan), qasd (tujuan) dan iradah (kehendak). Dan semua itu tercermin dalam empat tingkatan atau tahapan tauhid yaitu;
a. Tauhid Rububiyah
Secara etimologis kata Rububiyah berasal dari akar kata rabb. Kata rabb ini sebenarnya mempunyai banyak arti antara lain menumbuhkan, mengembangkan, mencipta, memelihara, memperbaiki, mengelola, memiliki dan lain-lain. Secara Terminolgis Tauhid Rububiyah ialah keyakinan bahwa Allah Swt adalah Tuhan pencipta semua mahluk dan alam semesta. Dia-lah yang memelihara makhluk-Nya dan memberikan hidup serta mengendalikan segala urusan. Dia yang memberikan manfaat, penganugerahan kemuliaan dan kehinaan. Tauhid Rububiyah ini tergambar dalam ayat al-Quran antara lain QS. al-Baqarah 21-22

b. Tauhid Mulkiyah          
Kata mulkiyah berasal dari kata malaka. Isim fa’ilnya dapat dibaca dengan dua macam cara: Pertama, malik dengan huruf mim dibaca panjang; berarti yang memiliki, kedua, malik dengan huruf mim dibaca pendek; berarti, yang menguasai.          
Secara terminologis Tauhid Mulkiyah adalah suatu keyakinan bahwa Allah swt., adalah satu-satunya Tuhan yang memiliki dan menguasai seluruh mahluk dan alam semesta. Keyakinan Tauhid Mulkiyah ini tersurat dalam ayat-ayat al-Quran seperti berikut ini:

c. Tauhid Uluhiyah        
Kata Uluhiyah adalah masdar dari kata alaha yang mempunyai arti tentram, tenang, lindungan, cinta dan sembah. Namun makna yang paling mendasar adalah abada, yang berarti hamba sahaya (‘abdun), patuh dan tunduk (‘ibadah), yang mulia dan agung (al-ma’bad), selalu mengikutinya (‘abada bih).  Tauhid Uluhiyah merupakan keyakinan bahwa Allah swt., adalah satu-satunya Tuhan yang patut dijadikan  yang harus dipatuhi, ditaati, digungkan dan dimuliakan. Hal ini tersurat dalam QS. Thaha: 14 

d. Tauhid Ubudiyah               
Kata ‘ubudiyah berasal dari akar kata abada yang berarti menyembah, mengabdi, menjadi hamba sahaya, taat dan patuh, memuja, yang diagungkan (al-ma’bud.) Dari akar kata diatas, maka diketahui bahwa Tauhid Ubudiyah adalah suatu keyakinan bahwasanya Allah Swt. Merupakan Tuhan yang patut disembah, ditaati, dipuja dan diagungkan. Tiada sesembahan yang berhak dipuja manusia melainkan Allah semata. Tauhid Ubudiyah tercermin dalam ayat dibawah ini: 

Secara garis besar ada aliran bersifat liberal, tradisional dan ada pula bersifat diantaranya. Kedua corak pemikiran ini telah mewarnai sejarah pemikiran ilmu ketuhanan dalam islam. Aliran-aliran tersebut adalah :
1) Mu’tazilah 
Mu’tazilah merupakan kaum rasionalis dikalangan Muslim. Dalam menganalisis ketuhanan, mereka memakai bantuan ilmu logika yunani, yaitu sistem Teologi untuk mempertahankan kedudukan keimanan. Hasil dari paham Mu’tazilah yang bercorak rasional adalah munculnya abad kemajuan ilmu pengetahuan dalam islam. Namun kemajuan ilmu pengetahuan akhirnya menurun dengan kalahnya mereka dalam perselisihan dengan kaum ortodoks.
2) Qadariah
Qadariah berpandapat bahwa manusia mempunyai kebebasan berkehendak dan berbuat. Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia akan kafir atau mukmin dan hal itu menyebabkan manusia harus bertanggung jawab atas perbuatannya.
3) Jabariah
Yang merupakan pecahan dari murjiah berteori bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat. Semua tingkah laku manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan. 

D. KONSEP TUHAN DALAM BERBAGAI AGAMA
1)            AGAMA YAHUDI
Agama Yahudi percaya kepada Tuhan Yang Esa, tetapi Tuhan yang hanya khusus untuk Bani Isra’il, bukan Tuhan untuk bangsa lain. Mereka tidak pernah menyebut nama Tuhannya dengan langsung karena mungkin akan mengurangi kesucian-Nya. Oleh sebab itu orang Israel melambangkan-Nya dengan huruf mati YHWH, tanpa bunyi. Lambang ini bisa dibaca YaHWeh atau Ye - Ho - We atau YeHoVah.
Inti ajaran agama Yahudi terkenal dengan “Sepuluh Firman Tuhan” atau Ten Commandments atau Decalogue (Grik, deca=10, logue=risalah). Kesepuluh perintah Tuhan tersebut diterima oleh Nabi Musa di bukit Sinai (Tur Sina), ketika terjadi dialog langsung antara Musa dan Tuhan. Sepuluh perintah diterima oleh Musa dari Yehovah di atas bukit Sinai melalui dua loh batu (lempengan batu bertulis atau prasasti) , yang berbunyi :
(1) Jangan menyembah kepada selain Yahweh, 
(2) Jangan menyembah patung atau berhala atau gambar,
(3) Jangan menyebut nama Yahweh dengan sia-sia,
(4) Muliakan dan sucikan hari Sabat (Sabtu), 
(5) Hormati ibu bapak, maka dipanjangkanlah umurmu,
(6) Jangan membunuh saudaramu,
(7) Jangan berzina,
(8) Jangan mencuri,
(9) Jangan bersumpah palsu, dan
(10) Jangan menginginkan kepunyaan saudaramu tanpa hak

2)            AGAMA NASRANI
Agama Nasrani atau yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan agama Kristen adalah salah satu agama yang mengakuaku monotheisme, namun dalam kenyataannya ajaran Kristen adalah polytheisme, yaitu ketika kita melihat konsep aqidah mereka yang dikenal dengan Trinitas atau Tritunggal. Agama nasrani telah terpecah jadi puluhan agama baru, dari yang sifatnya besar dan mendunia hingga yang lokal dan kurang populer. Setiap agama pecahannya pasti mengkafirkan agama pecahan yang lainnya pula. Dan secara umum, agama nasrani terbagi menjadi tiga agama baru, yang masing-masing memiliki gereja dan tokoh agama sendiri-sendiri.  Ketiga agama terbesar dari lingkup agama Kristen ini yaitu : Katholik, Ortodox dan Protestan.
Secara garis besar, inti kepercayaan umat Kristen adalah tritunggal, kepercayaan bahwa Allah itu tiga pribadi yang adalah satu: Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus. Sebellius (meninggal pada tahun 215) mengajarkan bahwa Tuhan Allah adalah Esa, Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah modalitas atau cara menampakkan diri Tuhan Allah Yang Esa itu. Semula, yaitu di dalam P.L Tuhan Allah menampakkan diri-Nya di dalam wajah atau modus Bapa, yaitu sebagai pencipta dan pemberi hukum. Sesudah itu Tuhan Allah menampakkan dirinya di dalam wajah Anak, yaitu sebagai juru Selamat yang melepaskan umat-Nya, yang dimulai dari kelahiran Kristus. Hingga kenaikanNya ke surga. Akhirnya Tuhan Allah sejak hari pentekusta menampakkan diriNya di dalam wajah Roh Kudus, yaitu sebagai Yang Menghidupkan. Jadi ketiga sebutan tadi adalah suatu urut-urutan penampakan Tuhan di dalam sejarah
Jadi, secara garis besar, agama nasrani meyakini bahwa Nabi ‘Isa atau Yesus adalah Anak Tuhan Allah.Oleh karena itu murid-murid Yesus mereka yakini sebagai Rasul. Dalam sejarah ketuhanan kaum Nasrani, penuhanan Yesus baru dilakukan pada akhir Abad II Masehi.Kemudian pada Konsili di Necea tahun 325 Tuhan Anak disejajarkan dengan Tuhan Bapa. Selanjutnya pada Abad III Roh Qudus dipertuhankan. Pada konsili di Ephese Bunda Maria disejajarkan dengan Trinitas oleh penganut Katholik.

3)            AGAMA HINDU
Agama Hindu mempunyai konsepsi ketuhanan yang bersifat polytheistis yang dimanifestikan dalam jumlah dewadewa yang disebutkan dalam kitab-kitab wedha sebanyak 32 dewa yang mempunyai fungsi masing-masing. Dewa-dewa tersebut dipandang sebagai tokoh simbolis dari satu dewa pokok yaitu Brahma.
Dalam kitab suci Hindu, sifat-sifat Tuhan dilukiskan sebagai Yang Maha Mengetahui dan Maha Kuasa. Dia merupakan perwujudan keadilan, kasih sayang dan keindahan. Dalam kenyataannya, Dia merupakan perwujudan dari segala kwalitas terberkati yang senantiasa dapat dipahami manusia. Dia senantiasa siap mencurahkan anugerah, kasih dan berkahNya pada ciptaan-Nya.
Swāmī Harshānanda, dalam bukunya yang berjudul Deva-Devi Hindu menyatakan bahwa konsep Tuhan Hindu memiliki dua gambaran khas, yaitu tergantung pada kebutuhan dan selera pemuja-Nya. Dia dapat dilihat dalam suatu wujud yang mereka sukai untuk pemujaan dan menanggapinya melalui wujud tersebut. Dia juga dapat menjelmakan diri-Nya di antara mahluk manusia untuk membimbingnya menuju kerajaan Kedewataan-Nya. Dan penjelmaan ini merupakan suatu proses berlanjut yang mengambil tempat dimanapun dan kapanpun yang dianggap-Nya perlu.
Tuhan dalam agama Hindu sebagaimana yang disebutkan dalam Weda adalah Tuhan tidak berwujud dan tidak dapat digambarkan, bahkan tidak bisa dipikirkan. Dalam bahasa Sanskerta keberadaan ini disebut Acintyarupa yang artinya: tidak berwujud dalam alam pikiran manusia. Tuhan Yang Maha Esa ini disebut dalam beberapa nama, antara lain: Brahman (asal muasal dari alam semestea dan segala isinya), Purushottama atau Maha Purusha, Iswara (dalam Weda), Parama Ciwa (dalam Whraspati tatwa), Sanghyang Widi Wasa  (dalam lontar Purwabhumi Kemulan), Dhata (yang memegang atau menampilkan segala sesuatu), Abjayoni (yang lahir dari bunga teratai), Druhina (yang membunuh raksasa), Viranci  (yang menciptakan), Kamalasana (yang duduk di atas bunga teratai), Srsta (yang menciptakan), Prajapati (raja dari semua makhluk/masyarakat), Vedha (ia yang menciptakan), Vidhata  (yang menjadikan segala sesuatu), Visvasrt (Ia yang menciptakan dunia), Vidhi (yang menciptakan atau yang menentukan atau yang mengadili).

4)            AGAMA BUDHA
Dalam agama budha, ternyata salah jika kita menganggap Budha adalah Tuhan untuk agama Budha. Konsep ketuhanan dalam agama Budha berbeda dengan konsep dalam agama Samawi dimana alam semesta diciptakan oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah kembali ke surga ciptaan Tuhan yang kekal. Sang Buddha bukanlah Tuhan dalam agama Buddha yang bersifat non-teis (yakni, pada umumnya tidak mengajarkan keberadaan Tuhan sang pencipta, atau bergantung kepada Tuhan sang pencipta demi dalam usaha mencapai pencerahan; Sang Buddha adalah pembimbing atau guru yang menunjukkan jalan menuju nirwana). Dalam kitab agama budha menyebutkan bahwa "Tuhan adalah Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak" .
"Ketahuilah para Bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Duhai para Bhikkhu, apabila tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para Bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu”
Ungkapan di atas adalah pernyataan dari Sang Buddha yang terdapat dalam Sutta Pitaka, Udana VIII : 3, yang merupakan konsep Ketuhanan Yang Mahaesa dalam agama Buddha. Ketuhanan Yang Mahaesa dalam bahasa Pali adalah Atthi Ajatam Abhutam Akatam Asamkhatam yang artinya “Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak”. Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu yang tanpa aku (anatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk apa pun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak berkondisi (asankhata) maka manusia yang berkondisi (sankhata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi.
Di dalam agama Buddha tujuan akhir hidup manusia adalah mencapai kebuddhaan (anuttara samyak sambodhi) atau pencerahan sejati dimana batin manusia tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal lahir. Untuk mencapai itu pertolongan dan bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya. Tidak ada dewa – dewi yang dapat membantu, hanya dengan usaha sendirilah kebuddhaan dapat dicapai.Buddha hanya merupakan contoh, juru pandu, dan guru bagi makhluk yang perlu melalui jalan mereka sendiri, mencapai pencerahan rohani, dan melihat kebenaran dan realitas sebenar-benarnya




5)            AGAMA ISLAM
Dalam konsep Islam, Tuhan disebut Allah dan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi yang nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi semesta alam.
Secara etimologis kata Allah (الله) diderivasi dari kata ilah (إله) yang berarti menyembah (عبد). Kata Allah juga dapat diderivasi dari kata alih (أله) yang berarti ketenangan (سكن), kekhawatiran (فزع) dan rasa cinta yang mendalam ( ). ولع Ketiga makna kata alih (أله) mengarah kepada makna keharusan untuk tunduk dan mengagungkan.
Kata pertama yang dicatat sejarah dalam pengekspresian ketuhanan adalah kata ilahah إلاهة. Kata ini merupakan nama bagi dewa matahari yang disembah oleh masyarakat Arab. Kata ilahah (إلاهة) selanjutnya digunakan untuk mengekspresikan sifat-sifat matahari.Salah satunya adalah kata ulahah (الألهة) yang berarti terik matahari yang panas. Kata ilahah (إلاهة) juga tidak lepas dari makna keagungan, ketundukan dan bahkan penyembahan.Sebagaimana dicatat oleh Ibnu Manzhur bahwa masyarakat menamakan matahari dengan ilahah ( ) إلاهة karena mereka menyembah dan mengagungkan matahari.
Dapat disimpulkan bahwa kata ilah (إله) dan kata Allah (الله) pada awalnya berasal dari kata wilah (ولاه), yang berarti ketundukan, pengagungan, dan ungkapan penghambaan. Selanjutnya dari kata wilah ( )ولاه diderivasikanlah kata ilahah (إلاهة) yang menjadi nama bagi dewa matahari. Nama dari dewa matahari tersebut selanjutnya berevolusi menjadi kata Allah.
Menurut Ahmad Husnankata Ilah yang berbentuk kata Allah mempunyai arti mengherankan atau menakjubkan,karena segala perbuatan/ciptaan-Nya menakjubkan atau karena bila dibahas hakikat-Nya, akan mengherankan akibat ketidaktahuan makhluk tentang hakikat zat yang Maha Agung itu. Apapun yang terlintas di dalam benak menyangkut hakikat zat Allah, maka Allah tidak demikian.Itu sebabnya ditemukan riwayat yang menyatakan, “Berpikirlah tentang makhluk-makhluk Allah dan jangan berpikir tentang zat - Nya”.
Betapapun terjadi perbedaan pendapat itu, namun agaknya dapat disepakati bahwa kata Allah mempunyai kekhususan yang tidak dimiliki oleh kata lain selain-Nya; ia adalah kata yang sempurna huruf-hurufnya, sempurna maknanya, serta memiliki kekhususan berkaitan dengan rahasianya, sehingga sementara ulama menyatakan bahwa kata itulah yang dinamai Ismullahal-A‘zam (nama Allah yang paling mulia), yang bila diucapkan dalam do’a, Allah akan mengabulkannya. Bahkan secara tegas Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri yang menamai dirinya Allah.

E. PEMBUKTIAN WUJUD TUHAN
1. Metode Pembuktian Ilmiah    
Tantangan jaman modern terhadap agama terletak dalam masalah metode pembuktian.  Metode ini mengenal hakikat melalui percobaan dan pengamatan, sedang akidah agama berhubungan dengan alam diluar indera, yang tidak mungkin dilakukan percobaan (agama didasarkan pada analogi dan induksi). Hal ini yang menyebabkan menurut metode ini agama batal, sebab agama  tidak mempunyai landasan ilmiah.     
Sebenarnya sebagian ilmu modern juga batal, sebab juga tidak mempunyai landasan ilmiah. Metode baru tidak menginngkari wujud sesuatu, walaupun belum diuji secara empiris. Disamping itu metode ini juga tidak menolak analogi antara sesuatu yang tidak terlihat dengan sesuatu yang telah diamati secara empiris. Hal tersebut dengan analogi “analogi ilmiah“ dan dianggap sama dengan percobaan empiris. 
Suatu percobaan dipandang sebagai kenyataan ilmiah, tidak hanya karena percobaan itu dapat diamati secara langsung. Demikian pula suatu analogi dapat dianggap salah, hanya karena dia analogi. Kemungkinan benar dan kemungkinan salah.
Dengan demikian tidak berarti bahwa agama adalah iman kepada yang ghaib dan ilmu pengetahuan percaya kepada “pengamatan ilmiah“. Sebab, baik agama maupun ilmu pengetahuan kedua-duanya berlandaskan pada keimanan yang ghaib. Hanya saja ruang lingkup agama yang sebenarnya adalah ruang lingkup “penentuan hakikat“ terakhir dan asal, sedang ruang lingkup ilmu pengetahuan terbatas pada pembahasan ciri-ciri luar saja. Kalau ilmu pengetahuan memasuki bidang penentuan hakikat, yang sebenarnya adalah bidang agama, berarti ilmu pengetahuan telah menempuh jalan iman kepada yang Ghaib. Oleh karena itu harus ditempuh bidang lain.
2. Keberadaan Alam Membuktikan Adanya Tuhan
Adanya alam serta organisasinya yang menakjubkan dan rahasianya pelik, tidak boleh memberikan penjelasan bahwa ada satu kekuatan yang menciptakannya, suatu “akal” yang tidak ada batasnya. Setiap manusia normal percaya bahwa dirinya “ada” dan percaya pula bahwa alam itu “ada”. Dengan dasar itu dan dengan kepercayaan ini dijalani setiap bentuk kegiatan ilmiah dalam kehidupan.
Jika percaya tentang eksistensi alam, maka secara logika harus percaya tentang adanya pencipta alam. Pernyataan yang mengatakan percaya akan mahluk hidup, tetepi menolak adanya khaliq adalah suatu pernyataan yang tidak benar. Belum pernah diketahui adanya sesuatu berasal dari tidak ada tanpa diciptakan. Segala sesuatu bagaimanapun ukurannya pasti ada penyebabnya.

3. Pembuktian Adanya Tuhan dengan Pendekatan Fisika
Sampai abad ke-19 pendapat yang mengatakan bahwa alam mencipta dirinya sendiri (alam bersifat azali) masih banyak pengikutnya. Tetapi setelah ditemukan hukum kedua “termodinamika”, pernyataan ini telah kehilangan landasan berpijak.  Hukum tersebut yang dikenal dengan hukum keterbatasan energi atau teori pembatasan perubahan energi panas membuktikan bahwa adanya alam tidak mungkin bersifat azali.
Hukum tersebut menerangkan bahwa energi panas selalu berpindah dari keadaan panas beralih menjadi tidak panas. Sedang kebalikannya tidak mungkin, yakni energi panas tidak mungkin berubah dari keadaan yang tidak panas menjadi panas. Perubahan energi panas dikendalikan oleh keseimbangan antara energi yang ada dengan energi yang tidak ada.     
Bertitik tolak dari kenyataan bahwa proses kerja kimia dan fisika di alam terus berlangsung, serta kehidupan tetap berjalan. Hal ini membuktikan secara pasti bahwa alam bukan bersifat azali. Seandainya alam ini azali, maka alam telah kehilangan energinya, sesuai dengan hukum tersebut tentu tidak akan ada kehidupan di alam ini. Oleh sebab itu ada yang menciptakan alam yaitu Tuhan.

4. Pembuktian adanya Tuhan dengan Pendekatan Astronomi 
Benda alam yang paling dekat dengan bumi adalah bulan, yang jaraknya sekitar 240.000 mil, yang bergerak mengelilingi bumi dan menyelesaikan setiap edarannya selama dua puluh sembilan hari sekali. Demikian pula bumi terletak 93.000.000.000 mil dari matahari berputar pada porosnya dengan kecepatan seribu mil/jam dan menempuh garis edarnya sepanjang 190.000.000 mil per tahun. Di samping bumi terdapat gugus sembilan planet tata surya, termasuk bumi, yang mengelilingi matahati dengan kecepatan luar biasa.     
Matahari tidak berhenti pada suatu tempat tertentu, tetapi ia beredar bersama-sama dengan planet-planet dan asteroid mengelilingi garis edarnya dengan kecepatan 600.000 mil per jam. Disamping itu masih ada ribuan sistem lainnya selain sistem tata surya kita dan setiap sistem mempunyai kumpulan atau galaksi sendiri-sendiri. Galaxi-galaxi tersebut juga beredar pada garis edarnya. Galaxi dimana terletak sistim matahari kita, beredar pada sumbunya dan menyelesaikan edarannya sekali dalam 200.000.000. Tahun cahaya.     
Logika manusi dengan memperhatikan sistim yang luar biasa dan organisasi yang teliti, akan berkesimpulan bahwa mustahil semuanya ini terjadi dengan sendirinya, bahkan akan menyimpulkan bahwa dibalik semua itu ada kekuatan maha besar yang membuat dan mengendalikan sistim yang luar biasa tersebut, kekuatan Maha besar tesebut adalah Tuhan.

F. PENGGUNAAN KATA TUHAN DAN ALLAH DALAM AL-QURAN
             KATA TUHAN DALAM AL-QURAN 
Kata Tuhan berasal dari kata ilahun terdiri atas tiga huruf: hamzah, lam, ha, sebagai pecahan dari kata laha–yalihu–laihan, yang berarti Tuhan yang Maha Pelindung, Maha Perkasa. Ilahun, jamaknya alihatun, bentuk kata kerjanya adalah alaha, yang artinya sama dengan ‘abada, yaitu ‘mengabdi’. Dengan demikian ilahun artinya sama dengan ma‘ budun, ‘yang diabdi’. Lawannya adalah ‘abdun, ‘yang mengabdi’, atau ‘hamba’, atau ‘budak’
Dalam kamus besar bahasa Arab Lisan Al-‘Arab karya Ibnu Manzhur, kata kata ilahun masih umum, ketika ditambah dengan lam ma‘rifah maka menjadi Alilahun yang tiada lain adalah Allah Swt, yaitu zat yang disembah oleh semua selainNya, jamaknya alihatun.
Dengan demikian ilahun artinya sama dengan ma‘budun , ‘yang diabdi. Quraish Shihab mengatakan kata Ilah (إله) disebut ulang sebanyak 111 kali dalam bentuk mufrad, ilahaini dalam bentuk tatsniyah 2 kali dan alihah dalam bentuk jamak disebut ulang sebanyak 34 kali. Kata ilah (tanpa dhamir) dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak 80 kali.
Selain ilahun, dalam al-Quran juga terdapat kata rabbun yang digunakan untuk menyebut Tuhan. Kata rabbun terdiri atas dua huruf: ra dan ba, adalah pecahan dari kata tarbiyah, yang artinya Tuhan yang Maha Pengasih. Secara harfiah rabbun berarti pembimbing, atau pengendali. Selain dimaknai Allah, kata rabbun juga digunakan untuk sebutan tuhan selain Allah, seperti arbaban mindunnillah, menjadikan pendeta, pastur, dan Isa al-Masih sebagai tuhantuhan selain Allah. Tuhan (Rabb) adalah bentuk mas dar (kata kerja atas kejadian yang dibuat oleh pelaku), yang berarti “mengembangkan sesuatu dari satu keadaan pada keadaan lain, sampai pada keadaan yang sempurna”. Jadi Rabb adalah kata masdar yang dipinjam untuk fa’il (pelaku). Kata-kata al-Rabb tidak disebut sendirian, kecuali untuk Allah yang menjamin kemaslahatan seluruh makhluk.contoh dari hal ini adalah rabbal ‘a>lami>n yaitu Tuhan pencipta alam semesta.
Kata  rabb menunjukkan adanya pemaknaan mengenai tauhid Rububiyah dimana adanya unsur mengesakan Allah Swt, dalam mencipta, menguasai, dan mengatur alam semesta (Q.S Az-Zumar:62 ; Fathir:3 ; AL-Mulk:1 ; Al-A’raf:54). Menurut Ibnu Qoyyim konsekuensi Rububiyah adalah adanya perintah dan larangan kepada hamba, membalas yang berbuat baik dengan kebaikan, serta menghukum yang jahat atas kejahatannya.
Kata ilahun dan rabbun sesungguhnya warisan bahasa Arab jahiliyah yang dipertahankan penggunaannya dalam Al-Quran. Orang-orang Arab sebelum Islam, memahami makna kata ilahun sebagai dewa atau berhala, dan mereka gunakan dalam percakapan sehari-hari. Apabila orang Arab Jahiliyah menyebut dewa cinta, maka mereka mengatakan ilahul hubbi, dan ilahatul hubbi untuk menyebut dewi cinta. Kaum penyembah berhala (animisme), atau aliran kepercayaan di zaman kita sekarang, sebagaimana orang-orang Arab jahiliyah, menganggap tuhan mereka berjenis kelamin, laki dan perempuan.

             KATA ALLAH DALAM AL-QURAN
Allah (الله) dalam terminologi bahasa Arab pada awalnya berasal dari kata wilah (ولاه), yang berarti ketundukan, pengagungan, dan ungkapan penghambaan. Ada yang berpendapat bahwa Allah berasal dari kata “Al” dan “Illah” yang artinya Maha Sesembahan. Jadi, dapat diartikan dari kata ini, Allah adalah Sesembahan yang Tertinggi dari segala sesuatu, baik yang ada didalam dan bagi yang hidup, kehidupan dan penghidupan.Allah adalah yang patut dijadikanpengabdian dari segala makhluk atau sesuatu yang lain.
Dalam pandangan Quraish Shihab kata Allah اللهini terulang dalam al-Quran sebanyak 2.698 kali. Ada yang berpendapat bahwa kata "Allah" disebutkan lebih dari 2679 kali dalam al-Quran. Sedangkan kata "Tuhan" dalam bahasa Arab adalah Ilah (إله) disebut ulang sebanyak 111 kali dalam bentuk mufrad, ilahaini dalam bentuk tatsniyah 2 kali dan alihah dalam bentuk jama' disebut ulang sebanyak 34 kali.
Hal ini juga menjadi refleksi dari tauhid Uluhiyah dimana kita mengesakan Allah dengan ibadah, dimana tidak menjadi hamba bagi selain-Nya, tidak menyembah malaikat, nabi, wali,bapak-ibu, kita tidak menyembah kecuali Allah semata. Ibadah kepada Allah berpijak kepada dua hal, yaitu cinta dan pengagungan. Dengan kecintaan akan memunculkan keinginan untuk melaksanakan dan pengagungan akan timbul rasa takut dan khawatir akan dicampakkan, dihinakan dan disiksa-Nya..
Inilah yang membedakan antara istilah “Tuhan(rabb)” dengan “Allah” dimana ada suatu pengakuan bahwa Allah-lah yang menjadi sesembahan kita satu-satunya dalam peribadatan, tidak ada yang lain, yang menjadi pembaharuan yang menggilas kejahiliaan kaum yang sombong dan merasa benar sendiri.
Banyak sekali riwayat dan ayat-ayat dalam al-Quran dan sunnah yang menceritakan bahwa kaum dizaman sebelum Rasulullah dan saat Rasulullah datang itu mengetahui dan mengakui secara pasti bahwa Allah lah satu-satunya pencipta. Dialah yang menciptakan langit dan bumi.
DAFTAR PUSTAKA
             Pasundan University. “BAB I KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM”. Jurnal dapat diperoleh di https://www.coursehero.com/file/44492532/54d3775e84d96pdf/
             Syafieh. ”PERSPEKTIF TUHAN DALAM AL-QURAN”. Jurnal dapat diperoleh di http://journal.iainlangsa.ac.id/index.php/tibyan/article/download/40/37

Share
Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.

LATEST ARTICLES

Posting Komentar